Learning Objective:
1. Bagaimana penyebab, karakteristik dan patogenesis PMK?
2. Bagaimana penyebab, karakteristik dan patogenesis penyakit jembrana ?
Pembahasan:
1. Bagaimana penyebab, karakteristik dan patogenesis PMK?
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/ FMD (Foot and Mouth Disease)/ Aphtous Fever/ Epizootic Aphtae, Infectious aphtous stomatitis = aftosa
Etiologi
Genus dari Aphthovirus menyebabkan penyakit mulut dan kuku (PMK). Terdapat tujuh serotype dari virus PMK yang telah diidentifikasi melaui uji serologi dan perlindungan-silang; virus itu dinyatakan dengan O (Oise) dan A (Allemagne); C (sebagai antisispasi bahwa O dan A mungkin akan dinamai kembali untuk memungkinkan persamaan tipe selanjutnya A, B, C, dst); SAT1, SAT2, SAT3(South African territories) dan Asia1. Secara historis tiap tipe sudah dibedakan lagi menjadi subtipe berdasarkan beda kualitatif. Keragaman antigenik ini disebut heterogenitas antigen. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam penggunaan vaksin, karena vaksin spesifik pada serotipe tapi tidak pada subtipe. Di Indonesia pernah terjadi wabah PMK akibat adanya tipe O11 (Fenner F.J. et. al.,2011).
Karakteristik :
- Virus famili Picornaviridae, genus Aphtovirus
- Virion picornavirus : ikosahedron, tidak beramplop, diameter 25-30 nm; ssRNA; sintesa di sitoplasma
- Aphtovirus tidak stabil pada ph 7,0
- Menyerang hewan ungulata (berkuku belah)/ teracak à sapi, domba, kerbau, kambing, babi, ruminan liar
- diselubungi oleh protein, sangat labil
- antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
- tidak tahan pH asam dan basa, panas, sinar UV, desinfektans, karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin
- stabil pada pH 3,0, tahan pada asam lambung, tahan terhadap empedu.
- Suhu optimal 36-37 derajat celcius
- habitat alami: traktus gastrointestinalis
Untuk Aphtovirus bersifat: non stabil dibawah pH 7, memiliki asam polisitidilat, peka terhadap sodium carbonat.
Untuk Aphtovirus bersifat: non stabil dibawah pH 7, memiliki asam polisitidilat, peka terhadap sodium carbonat.
- Ketahanan Aphtovirus hidup dalam ekskreta sapi, misalnya pada: saliva (11 hari), semen (10 hari), darah (5 hari), urine (5 hari), feses (5 hari), susu (5 hari), dan aerosol (5 hari).
Virion Aphtovirus
- Aphtovirus, 7 tipe : A (Allemagne), O (Oise), C, SAT (South African territories) 1, SAT 2, SAT 3, Asia (Fenner, 2011; Quinn, 2002)
- Tidak membentuk inclusion bodies.
- Dapat diperbanyak dalam biakan sel-sel (epitel lidah sapi, sel-sel ginjal sapi, hamster, dan babi), sel-sel kelenjar perisai sapi dan menimbulkan kematian sel. (Ressang, 1984)
- Keluarga Picornaviridae dikelompokkan dalam 5 genus yaitu : Enterovirus , Cardiovirus , Rhinovirus , Aphthovirus dan Hepatovirus .
- Perbedaan dari kelima genus dalam fisikokimianya ialah stabilitas pada PH rendah :
Ø Aphthovirus : tidak stabil pada PH dibawah 7
Ø - Enterovirus, Cardiovirus , Hepatovirus : stabil pada PH 3
Ø - Rhinovirus : kehilangan aktivitas dibawah PH 5
( Fenner.2011 dan Subronto.2003)
Patogenesis
Terdapat dua rute infeksi, yaitu:
a. Primer
§ Melalui inhalasi: aerosol dari hewan yang terinfeksi akan terhirup oleh hewan yang peka → partikel virus akan masuk ke dalam faring → kemudian virus berplikasi dalam epitel faring → setelah 24-72 jam berikutnya akan terjadi viremia → terjadi kenaikan suhu tubuh → hewan akan mengalami demam → akhirnya demam akan turun → fase viremia berakhir → terjadi lepuh-lepuh pada lidah/ gingiva sapi.
b. Sekunder
§ Melalui makanan yang tercemar, vaksinasi yang tercemar dan inseminasi yang tercemar.
- Virus dapat bertahan hidup dalam faring selama 2 tahun (sapi) dan 6 bulan (kambing dan domba).
Selain itu Penularan lainnya adalah :
1. Kontak dengan hewan yang sakit baik melalui sekresi ataupun ekskresi.
2. Dapat ditularkan melalui produk asal ternak seperti air susu dan daging.
3. Penularan dapat juga terjadi akibat lalu lintas barang/bahan yang tercemar virus PMK seperti sepatu, kendaraan dan pakaian.
4. Melalui angin dapat menularkan penyakit ke kawasan yang luas.
Jalur utama infeksi pada ruminansia adalah melalui penghirupan (secara aerosol) tetapi konsumsi pakan yang terinfeksi, inokulasi dengan vaksin yang tercemar, inseminasi dengan semen yang tercemar dan kontak dengan peralatan ternak yang tercemar semuanya dapat menimbulkan infeksi. Pada hewan yang terinfeksi melalui saluran pernafasan, replikasi awal virus berlangsung pada faring, diikuti oleh viremia yang menyebar ke jaringan dan organ yang lain sebelum mulainya penyakit klinis. Pengeluaran virus mulai sekitar 24 jam sebelum mulainya penyakit klinis dan berlangsung selama beberapa hari. Virus PMK dapat tinggal dalam faring beberapa jenis hewan sampai beberapa lama setelah sembuh. Pada sapi virus dapat dideteksi sampai 2 tahun setelah terinfeksi, pada domba sampai sekitar 6 bulan. Kemenetapan virus tidak terjadi pada babi. Uap air yang dikeluarkan oleh hewan yang terinfeksi mengandung sejumlah besar virus, khusunya yang dihasilkan oleh babi. Sejumlah besar virus juga dikeluarkan dalam susu(Fenner, 2011)
Virus PMK dapat tinggal dalam farings beberapa jenis hewan sampai beberapa lama setelah sembuh. Pada sapi, virus dapat dideteksi sampai dua tahun setelah terinfeksi, pada domba sekitar 6 bulan. Namun pada domba tidak terjadi kemenetapan virus.
Virus bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama bila kelembaban udara melebihi 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkali maupun asam
Penyakit ini dibagi menjadi 3 macam bentuk : bentuk dermostomatitis yang tenang (benigna), bentuk interrmediate toxic dengan penyakit yang lebih berat, dan bentuk ganas (malignant) dengan perubahan pada otot janung dan sklelet.(Subronto, 2003)
Meskipun infeksi biasanya terjadi melalui inhalasi, virus dapat masuk ke jaringan melalui ingesti, inseminasi dan inokulasi dan melalui kontak dengan kulit luka yang terbuka. Replikasi virus utama, setelah inhalasi berada di mukosa dan jaringan limfatik di faring. Viremia terjadi pada multiplikasi utama dengan replikasi virus lebih lanjut pada nodus limpatikus, glandula mamae, dan organ lain seperti sel epithelial pada mulut, moncong, putting susu, celah interdigitalis dan coronary band. Pada daerah tersebut pembentukan vesikula dihasilkan dari bengkak dan rupturnya keratinosit pada stratum spinosum (Quinn,2002).
Perubahan histopatologi yang dapat diamati adalah adanya edema inter dan intraseluler pada sratum spinosum. Namun, jika vesikula sudah pecah, maka semua penyakit vesikuler memiliki gambaran mikroskopi yang mirip sehingga tidak memungkinkan untuk mendiagnosa penyakit PMK hanya bedasarkan gambaran mikroskopi. Virus PMK tidak membentuk viral inclusion bodys (Ressang,1984).
Perubahan patologis yang terjadi adalah pembantukan lepuh dan kadang terdapat radang kataral dari mulut, tekak, dan saluran udara. Lepuh dan ulser mungkin terbentuk di dalam pangkal tekak, kerongkongan, rumen, reticulum, omasum, usus, dan bronchi,. Dalam keadaan yang lebih berat, dapat terjadi gastroenteritis yang disertai perdarahan kecil dan ulserasi. Kelenjar limferegional dan limpa juga dapat mengalami pembesaran, di sampning perdarahan pada otot jantung jantung. Perubahan histologik di dalam jantung meliputi degenerasi serabut otot serta adanya infiltrasi sel kecil bulat pada jaringan interstisial ( Subronto,2003).
Pada saat vesikel terbentuk epitel di atasnya mengalami nekrosis dan vesikel kemudian pecah dalam waktu lebih kurang 24 jam. Virus dapat ditemukan di ambing kira-kira 2-4 hari setelah inokulasi. Virus tersebut dapat ditemukan dalam sel-sel yang menghasilkan susu. Ada 4 cara pembebasan virus dari sel yang tertular yaitu, pembebasan virus ke dalam vesikel yang berdinding, pembebasan ikatan dengan kasein dalam lumen, pembebasan dengan butir-butir lemak, dan pembebasan melalui pelarutan dari sel-sel yang tertular (Subronto, 2003).
2. Bagaimana penyebab, karakteristik dan patogenesis jembrana ?
Etiologi
Penyakit jembrana adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh Retrovirus, termasuk dalam famili retroviridae. Penyakit ini umumnya diderita oleh sapi bali, walaupun sapi lain juga bisa, akan tetapi gejala ringan. Setelah melalui penelitian yang sangat panjang dan intensif pada tahun 1987 telah dapat diisolasi virus penyebab jembrana dari plasma atau serum sapi yang sedang demam. Virus yang ada didalam darah hewan demam dapat secara bebas ditemukan diluar sel darah dalam jumlah yang sangat banyak. Ukuran virus 80-120 nm, mempunyai enzyme revase transcriptase, berkembang biak dalam sel dan keluar sel memalui proses budding mirip virus lenti tipe C dapat dihancurkan dengan ether , mempunyai 4 jenis protein yang utama : P26, P16, P100 dan grup P38, 42-45. Virus penyebab penyakit jembrana ini satu kelompok dengan virus HIV penyebab AIDS pada manusia. Dan virus jembrana merupakan virus yang menyebabkan immunodeficiency pada hewan khususnya sapi bali.
Gejala klinis dari penyakit ini adalah kenaikan suhu, berkisar antara 39°C-42°C. Pada suhu diatas 40°C dapat berlangsung selama 3 – 5 hari, dan kemudian akan diikuti penurunan suhu, namun pada derajat subnormal sapi akan mati. Terjadi pembengkakan kelenjar limfe, diare dengan tinja atau feses lembek, profus sampai tercampur darah. Terjadi erosi ringan sampai nekrosis terbatas epitel selaput lendir mulut. Dan pada sapi betina yang sedang bunting diatas 6 bulan akan mengalami keguguran. Terlihat juga gejala keringat darah, perdarahan pada mata, anoreksia, lesu, pernapasan dan detak nadi cepat, leucopenia disertai dengan leukositosis (Subronto, 2003).
Perubahan patologi secara makroskopik dari penyakit jembrana yaitu adanya perdarahan secara umum seperti pada jaringan otot skelet, epikardium, endocardium, membran serosa dan mukosa, serta adanya kebengkaan pada sistem limfoid.
Untuk perubahan patologi secara mikroskopik adalah adanya proliferasi sel-sel limforetikuler dan sistem limfohematopoietik serta adanya infiltrasi limfositik pada pulmo, adrenal, ginjal, plexus choroideus. Adanya leucostasis intravascular oleh makrofag pada pulmo dan jaringan lain. Dan tidak mengenai sistem syaraf pusat. Imunosupresi dapat dilihat adanya atropi folikuler dengan menurunnya sel-sel yang mengandung IgG pada organ-organ limfoid dan menurunnya ratio sel-sel T CD4 dan CD8 di dalam folikel nodus limfatikus.
Identifikasi :
- Penyakit jembrana (JD) adalah penyakit menular akut pada sapi Bali yang disebabkan oleh Retrovirus, keluarga lentivirinae yang termasuk dalam famili retroviridae (Anonim, 2008)
- Virus yang ada didalam darah hewan demam dapat secara bebas ditemukan diluar sel darah dalam jumlah yang sangat banyak
- Ukuran virus 80-120 nm, mempunyai enzyme reverse transcriptase, berkembang biak dalam sel dan keluar sel melalui proses budding mirip virus lenti tipe C dapat dihancurkan dengan ether, mempunyai 4 jenis protein yang utama : P26, P16, P100 dan grup P38, 42-45
- Merupakan virus yang menyebabkan immunodeficiency pada hewan khususnya sapi bali (Subronto, 2003)
- Memiliki 3 gen utama yaitu
· Gen Gag mengkode protein capsid dan matrik
· Gen Pol mengkode ensim reverse transkritase (polimerase)
· Gen Env mengkode peplomer amplop
- Gen asesori :
· Gen tat : aksi trans activator sehingga transkripsi lebih efisien dan mencegah terminasi transkripsi prematur
· Gen rev : protein yang telibat dalam splicing dan transkripsi RNA viral, membuat m RNA translasi penuh
· Gen nef : sangat esensial untuk replikasi di makrofag
· Gen vif : protein untuk infektivitas viral
Pathogenesis
- Produk yang terkontaminasi darah penderita.
- Penggunaan jarum suntik dan serangga penghisap darah.
- Kontak langsung dalam satu kandang. Kontak langsung tersebut terkait dengan sekreta, saliva, urin, air susu induk, dan dapat juga melalui semen ketika kawin alam, atau pada waktu AI.
- Penyakit jembrana (JD) hanya menyerang sapi Bali, sebegitu jauh penyakit jembrana tidak ditemui pada rumpun sapi yang lain. Sapi yang terserang berumur lebih dari 1 tahun dan yang terbanyak 4-6 tahun dan jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian penyakit ini
- Sumber Infeksi: sampai saat ini belum diketahui dengan pasti sumber infeksi dari penyakit jembrana ini
- Peranan vector : lewat penyakit insect born, contoh : Culicoides sp dan nyamuk
Daftar Pustaka
Fenner, F.J., Gibbs, E.P.J., Murphy, F.A., Rott, R., Studdert, M.J., and White, D.O., 1995, Virologi Veteriner, Edisi Kedua, Academic Press Inc, California.
Ressang, A.A. 1984.Patologi Khusus Vetriner. Bali Cattle Desase Investigation Unit : Denpasar, Bali
Subronto, 2003, Ilmu Penyakit Ternak I, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Quinn, dkk. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. USA : Blackwell Science
0 komentar:
Posting Komentar